Skip to main content

Nonton The Day After Tomorrow

Wah..aku lagi seneng banget! Knapa coba? Karena saya habis nonton film! Ih, gitu nonton film aja kok seneng banget seh? Iya dunkz, soalnya saya nonton filmnya di bioskop Semarang! Tau sendiri kan, Jogja kan ga bioskopnya [huhuhu...betapa sedihnya!]. Jadinya ini kesempatan langka. Udah gitu aku nonton The Day After Tommorow. Wah ini film T-O-P A-B-I-S! Meski science fiction, tapi aku suka! Lha gimana ga keren, sutradaranya aja sutradara film Independence Day. Ceritanya tentang pemanasan global, trus es kutub utara mencair. Efeknya itu logh, kewl!

Anyway, terhitung tanggal 22 Juni saya sudah 100% ga bakal make baju putih abu-abu. Terakir, hari ini saya make tu baju buat ngambil ijazah. Wew, agak2 dramatis! Ga kebayang uda mau kuliah... Kuliah bo! Eh, berita laennya, kamar loteng saya sudah 95% jadi! Kurang masang jendela aja. Abis itu... bye-bye my old room! ;D Lante kamar, mo aku kasih perlak warna biru laut. Matching banget ma dindingnya!

Cayo!

Comments

  1. Anonymous1:06 PM

    yup... buat kota seperti Yogyakarta yang notabene sering disebut-sebut sebagai kota pelajar sungguh ironis memang kalau yang namanya bioskop itu ngga ada... hasrat intelektualitas kita kan jadi gag tersalurkan to? (ngomong apa kiye? )

    status baru? kamar baru? lah kok ada perlak segala... masih ngompol po ;p


    -nien

    ReplyDelete
  2. Anonymous12:02 PM

    edun, saya mah uda ga ngompol.. yah ngompol yang gitu tuh... *aww...aww*

    -fei2-

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Why I hate stereotypes ?

I hate stereotypes. Why? Because it will drag you to become narrow minded in the way of your senses to respect a community. Some people called me terrorist, because I am moslem. Some people called me second level residence, because I am Asian. Some people called me nerd, because I don't drink and don't do shit. Stereotyping and generalization are the basic human being’s reaction. It’s subconscious and is triggered and formed based on our background, education, culture, social upbringing, etc. We can’t help it. And the judgment is personal, individual. Stereotyping is practiced by everyone about other communities or segments of the same community. Although I hate it, stereotypes are inherent to human nature, and for good reason. We are all stereotypical of fire. We don’t touch it because we know it will burn us. We are told never to touch snakes because they are poisonous. So aren’t we being stereotypical when we don’t go near these things? Aren’t we being stereotypical when

Tipe Tipe Dosen Penguji Skripsi

Menurut saya menonton sidang skripsi itu seru dan penting. Seru, karena kita jadi bisa melihat muka nelangsa teman teman kita yang sedang asik dibantai para dosen penguji. Tentu sebagai seseorang yang pernah pendadaran, saya mengerti rasanya tekanan saat sidang dimana sejuta umat manusia  beberapa dosen menguji hipotesis dan hasil penelitian saya. Ibarat dosen penguji adalah pemain liga voli, maka mahasiswa yang sidang adalah bola volinya: sering dioper sana sini dalam kebimbangan dan kegalauan.  Penting buat ditonton karena  sidang skripsi mengajarkan kepada kita bagaimana cara ngeles ala orang berpendidikan. Itu juga adalah momen dimana kita berhak memperjuangkan title geophysicist  tanpa perlu bayar SPP dan BOP saben semesternya lagi. Selain itu penting juga buat belajar dari kesalahan orang lain saat sidang supaya kesalahan sama ngga terulang. Namun, namanya lulus sidang skripsi itu susah susah gampang. Salah satu faktor penentunya adalah dosen penguji. Berikut adalah

Review Beberapa Sidang Skripsi (Part 1)

Kalau di postingan sebelumnya sempat ngebahas tentang karakter dosen penguji skripsi, kali ini saya mau fokus me- review  sidang skripsi yang saya tonton dalam 3 bulan terakhir.  Memang sejak kembali ke Indonesia, ada sekitar delapan sidang skripsi S1, dimana lima diantaranya saya tonton. Alhamdulillah delapan mahasiswa ini lulus semua ~ ngga ada yang ngulang. Tiga sidang skripsi yang ngga saya tonton adalah sidangnya Kris'GF07, Gondes'GF06 dan Pai'GF06 - dan sumpah nyesel banget. Terutama skripsi Gondes yang konon dia merangkai dan membuat seismogram sendiri, dipasang di gunung Merapi sendiri, datanya diakusisi sendiri, hasilnya diolah sendiri, diinterpretasi sendiri. Bahkan instrumen seismogram yang dia pasang di gunung Merapi katanya uda hilang ditelan material vulkanik letusan besar tahun 2010 kemarin. Ebuset. Itu butuh pengorbanan waktu dan stamina banget lah.  He embraced the philosophy of being a geophysicist. Sangat asolole. Review yang akan saya berikan t