Skip to main content

Ceritanya mau pendadaran neh .....

Ngeblog lagi? Ngga pernah ada kata retire dari dunia blogging siy. Tapi juga belom ada kata mau aktif lagi.

Ajigile tu posting terakir tentang survei nonseismik Pacitan jaman 2007 lalu?? Uda lama ternyata. Ada beberapa ade' kelas (sony -sontoloyo- and gama -dorce gamalama?-) yang somehow gimana berhasil dapet alamat blog ini.

Fufufu ... jadi rada terharu. De Javu.

Eniwei, senin ini tanggal 14 Juli mau pendadaran niy diriku. Pengujinya Nuki_Boy(the best geologist ever!), and Pak Sis (dosen pembimbing angkatan04). Hoho, pembimbing TA-ku Dr - Ing Ari Setiawan. Kata beberapa orang sih Pak Ari tu orangnya killer banget. Kalo ujian pasti nanya rumus" super duper panjang nan amit" itu. Tapi kenyataannya dibimbing dia asik juga kok. Jadi
belajar banyak hal. Mau ngga mau kudu banyak baca referensi. Akirnya setelah belasan -bahkan nyaris mencapai puluhan- seminar (latihan pendadaran), diriku diijinkan Pak Ari buat pendadaran beneran. Mungkin karena uda muak ngeliat muka gw yang innocent ini kali ye (nyahaha) ...

Okey.

Hari ini baru aja potong rambut buat poto studio 3R buat kelengkapanyudisium. Pake jas-dasi euy, Padanan outfit yang paling aku jarang pakai.

Wish me luck. :)

bingung jawab pertanyaan ~ hahaha


thanks untuk dukungan para suporter ! (ki-ka : kang mul, alam, andika, me, arie)

Akhirnya pendadaran dapet A :)



Comments

Popular posts from this blog

Why I hate stereotypes ?

I hate stereotypes. Why? Because it will drag you to become narrow minded in the way of your senses to respect a community. Some people called me terrorist, because I am moslem. Some people called me second level residence, because I am Asian. Some people called me nerd, because I don't drink and don't do shit. Stereotyping and generalization are the basic human being’s reaction. It’s subconscious and is triggered and formed based on our background, education, culture, social upbringing, etc. We can’t help it. And the judgment is personal, individual. Stereotyping is practiced by everyone about other communities or segments of the same community. Although I hate it, stereotypes are inherent to human nature, and for good reason. We are all stereotypical of fire. We don’t touch it because we know it will burn us. We are told never to touch snakes because they are poisonous. So aren’t we being stereotypical when we don’t go near these things? Aren’t we being stereotypical when

Tipe Tipe Dosen Penguji Skripsi

Menurut saya menonton sidang skripsi itu seru dan penting. Seru, karena kita jadi bisa melihat muka nelangsa teman teman kita yang sedang asik dibantai para dosen penguji. Tentu sebagai seseorang yang pernah pendadaran, saya mengerti rasanya tekanan saat sidang dimana sejuta umat manusia  beberapa dosen menguji hipotesis dan hasil penelitian saya. Ibarat dosen penguji adalah pemain liga voli, maka mahasiswa yang sidang adalah bola volinya: sering dioper sana sini dalam kebimbangan dan kegalauan.  Penting buat ditonton karena  sidang skripsi mengajarkan kepada kita bagaimana cara ngeles ala orang berpendidikan. Itu juga adalah momen dimana kita berhak memperjuangkan title geophysicist  tanpa perlu bayar SPP dan BOP saben semesternya lagi. Selain itu penting juga buat belajar dari kesalahan orang lain saat sidang supaya kesalahan sama ngga terulang. Namun, namanya lulus sidang skripsi itu susah susah gampang. Salah satu faktor penentunya adalah dosen penguji. Berikut adalah

Review Beberapa Sidang Skripsi (Part 1)

Kalau di postingan sebelumnya sempat ngebahas tentang karakter dosen penguji skripsi, kali ini saya mau fokus me- review  sidang skripsi yang saya tonton dalam 3 bulan terakhir.  Memang sejak kembali ke Indonesia, ada sekitar delapan sidang skripsi S1, dimana lima diantaranya saya tonton. Alhamdulillah delapan mahasiswa ini lulus semua ~ ngga ada yang ngulang. Tiga sidang skripsi yang ngga saya tonton adalah sidangnya Kris'GF07, Gondes'GF06 dan Pai'GF06 - dan sumpah nyesel banget. Terutama skripsi Gondes yang konon dia merangkai dan membuat seismogram sendiri, dipasang di gunung Merapi sendiri, datanya diakusisi sendiri, hasilnya diolah sendiri, diinterpretasi sendiri. Bahkan instrumen seismogram yang dia pasang di gunung Merapi katanya uda hilang ditelan material vulkanik letusan besar tahun 2010 kemarin. Ebuset. Itu butuh pengorbanan waktu dan stamina banget lah.  He embraced the philosophy of being a geophysicist. Sangat asolole. Review yang akan saya berikan t