Skip to main content

Para Keponakan


Di keluarga, saya adalah anak terakhir alias bungsu. Sedangkan di keluarga besar eyang eyang (alm), saya adalah cucu bungsu. Banyak yang bilang pasti enak jadi anak sekaligus cucu bungsu. Yes ! Karena pundi" duit lebaran tentu meningkat. Trus anak bungsu biasanya ngga terlalu sering disuruh" (hidup anak bungsu!). Tapi sayangnya jadi anak dan cucu bungsu itu ada ngga enaknya. Kenapa? Kalau kumpul keluarga besar pasti cuma saya sendiri yang cengooook bengong sendirian, lunthang lunthung ra cetho, geje banget dah. Abisnya ngga ada teman sebaya / sepantaran seh. Jarak umur ke cucu muda berikutnya itu sekitar 4 tahun (mana cewek pula). Yang disana maennya salon"an, yang dsini maennya Bare Knuckle di SEGA. Jelas ngga nyambung.

It's me, 4 y.o, standing in front of Budha statue at American Museum of Natural History, NY (1990)

Sekarang eranya sudah berubah. Status si anak bungsu dan cucu bungsu jelas masih melekat, cuma bedanya sekarang uda gede. Uda dewasa pemikirannya, kalo kata Shireen Sungkar di Cinta Fitri. Uda bisa beda mana baik dan buruk, kalo kata Da'i yang ngisi jumatan dulu. Uda wajib ikutan kerja bakti, kalo kata Pak Dukuh KKN. Sekarang sudah bukan eranya menerima duit lebaran, tapi malah giliran yang ngasi duit lebaran (alhamdulillah). Kalau nganter nyokap belanja ke pasar, giliran ngebayarin tu belanjaan. Giliran timbal balik, giliran memberi.

Ngomong" tentang era yang sudah berubah, tentu itu artinya saya sekarang uda jadi paman / om yang baik hati, tidak merokok, dan tetep suka gratisan. Keponakan, baik itu keponakan dari kakak atau sepupu, sudah ngga terhitung jumlahnya. Persamaan dari mereka adalah : THEY'RE SO ADORABLE !! aawww .. :D

Please say hi to some of my cute nephews / nieces :

Zahra, but I called her 'baby Z'. She's the first grandchild in my family. Bakat photogenic-nya pasti nurun dari om-nya ;)


mas Ditho - ni anak tokcer bangett dah, ortunya emang orang" yang pinter .. Ditho juga lho yang ngasih pidato perpisahan di TKnya in ENGLISH ~ ew, jaman TK dulu mana berani om pidato ;| (cek : http://www.youtube.com/watch?v=nI3gj3jkkbU)

My cute little nugget - Brandon, blasteran Indonesia-US. He's obsessed with Thomas the Train dan Friends. Berbicara 3 bahasa - Indonesia (ga fasih bgt), Spanish (lumayan), English (mantab jaya). Salah satu lagu Indonesia yang dia suka - cicak cicak di dinding (cek : http://www.youtube.com/watch?v=lmKx8_4AF2g). Persamaan dia dan om-nya adalah kita sama" ber-dimples ;)


Pasangan kembar identik Amaya - Ariana. Mereka ini adik2nya si Brandon. I am going to see them this year ~ wwaaaww !!

Kali ini ngga kembar, cuma beda 2 bulan lahir. Naja (left) and Banyu (right). Look, the babies are gossiping !

Aldo ! At first he will be genuinely quite with people he didn't know. But after he knows you, there's no way he will stop talking !

Oh my, they are awesome kids !


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Why I hate stereotypes ?

I hate stereotypes. Why? Because it will drag you to become narrow minded in the way of your senses to respect a community. Some people called me terrorist, because I am moslem. Some people called me second level residence, because I am Asian. Some people called me nerd, because I don't drink and don't do shit. Stereotyping and generalization are the basic human being’s reaction. It’s subconscious and is triggered and formed based on our background, education, culture, social upbringing, etc. We can’t help it. And the judgment is personal, individual. Stereotyping is practiced by everyone about other communities or segments of the same community. Although I hate it, stereotypes are inherent to human nature, and for good reason. We are all stereotypical of fire. We don’t touch it because we know it will burn us. We are told never to touch snakes because they are poisonous. So aren’t we being stereotypical when we don’t go near these things? Aren’t we being stereotypical when

Tipe Tipe Dosen Penguji Skripsi

Menurut saya menonton sidang skripsi itu seru dan penting. Seru, karena kita jadi bisa melihat muka nelangsa teman teman kita yang sedang asik dibantai para dosen penguji. Tentu sebagai seseorang yang pernah pendadaran, saya mengerti rasanya tekanan saat sidang dimana sejuta umat manusia  beberapa dosen menguji hipotesis dan hasil penelitian saya. Ibarat dosen penguji adalah pemain liga voli, maka mahasiswa yang sidang adalah bola volinya: sering dioper sana sini dalam kebimbangan dan kegalauan.  Penting buat ditonton karena  sidang skripsi mengajarkan kepada kita bagaimana cara ngeles ala orang berpendidikan. Itu juga adalah momen dimana kita berhak memperjuangkan title geophysicist  tanpa perlu bayar SPP dan BOP saben semesternya lagi. Selain itu penting juga buat belajar dari kesalahan orang lain saat sidang supaya kesalahan sama ngga terulang. Namun, namanya lulus sidang skripsi itu susah susah gampang. Salah satu faktor penentunya adalah dosen penguji. Berikut adalah

Review Beberapa Sidang Skripsi (Part 1)

Kalau di postingan sebelumnya sempat ngebahas tentang karakter dosen penguji skripsi, kali ini saya mau fokus me- review  sidang skripsi yang saya tonton dalam 3 bulan terakhir.  Memang sejak kembali ke Indonesia, ada sekitar delapan sidang skripsi S1, dimana lima diantaranya saya tonton. Alhamdulillah delapan mahasiswa ini lulus semua ~ ngga ada yang ngulang. Tiga sidang skripsi yang ngga saya tonton adalah sidangnya Kris'GF07, Gondes'GF06 dan Pai'GF06 - dan sumpah nyesel banget. Terutama skripsi Gondes yang konon dia merangkai dan membuat seismogram sendiri, dipasang di gunung Merapi sendiri, datanya diakusisi sendiri, hasilnya diolah sendiri, diinterpretasi sendiri. Bahkan instrumen seismogram yang dia pasang di gunung Merapi katanya uda hilang ditelan material vulkanik letusan besar tahun 2010 kemarin. Ebuset. Itu butuh pengorbanan waktu dan stamina banget lah.  He embraced the philosophy of being a geophysicist. Sangat asolole. Review yang akan saya berikan t