Skip to main content

Source Rock Analyzer

Kemarin sore, aku mendapatkan kesempatan untuk mencoba eksperimen yang berkaitan dengan geochemistry analysis untuk coal samples. Belum sampai pada tahapan bener" nyoba sih, baru sekedar persiapan sample-nya aja. Eksperimen ini disebut Source Rock Analyzer (SRA). Dari nama uda ketebak banget - yup, ni eksperimen digunakan untuk menganalisa source rock baik dari segi kualitatif dan kuantitatif, terutama dari sisi kandungan material organiknya.

Eksperimen ini untuk aku yang bukan geochemist cukup unik. Basically dia mencoba untuk merekonstruksi ulang kejadian si source rock mengexpulsi oil/gas. Cuma bedanya, kalau secara alamiah si source rock butuh ter-buried pada depth yang dalam dan waktu (geologi) yang lama, sedangkan ini kita bermanipulasi di temperature dan waktu yang relatif singkat (dibanding waktu geologi). Namun, salah satu kerancuan & keraguan yang bergelora di dalam dada ini muncul ketika tau bahwa sistem kerja SRA ini ada open system (terekspos dengan udara atmosphere) dan anhydrous (tanpa air). Padahal kita tahu (paling ngga menurutku) bahwa kondisi subsurface dibawah sana tidak terekspos dengan atmosphere dan pastinya selalu ada formation water. Dahi pun mengernyit, perlu belajar teorinya lagi nantinya.

SRA Instrument keluaran Weatherford.

Dibantu oleh salah satu teman Ph.D Organic Geology, Hui Jin, proses persiapan samples-nya sebenernya cukup simple (~eh, ngga juga ding, tergantung jenis sample/batunya). Basically, si sample harus di-grinding (alias diulek) sampai halus. Ini manual lho, jadi kalau samplenya shale (yang dia lumayan rigid) lumayan juga tuh nguleknya, bisa" kapalan tu tangan. Alhamdulillah sampleku adalah coal - yang super ringkih, yang kalo kesentil dikit langsung ambrol. Jadi aku ngga terlalu mengkonsumsi banyak waktu untuk ngulek. Kenapa aku sebut 'ngulek'? Karena untuk menghancurkannya menggunakan ulekan sambel / ulekan bikin obat ala orang China / Korea gitu. Dahi kembali mengernyit, kalau diulek gini apa ngga ngerusak internal struktur dari si kerogen, dan segala yang berkaitan dengannya? DENG DENG DENG.

Setelah di-pulverized, bubuk sample ini kemudian diayak pake ayakan ukuran 40mesh. Ukuran 40 mesh ini adalah ukuran standar untuk uji SRA. Ngayaknya mirip ngayak pasir kali, kecuali dsini tentu ngga bakal nemu bolder andesit.

Ini lhooo 'ulekan' yang aku maksud. Yang item didalem ntu adalah coal yang sudah aku haluskan. Cobek / cowek (ulekan dalam bhs Jawa) ini multifungsi ~ selain bisa nge-grind samples, bisa bikin sambel kalo lagi ngidam.

Pengayak super manual. Kalau ngehancurin sample-nya ngga halus ~ ketauan lho !

Rata" sample yang dibutuhkan untuk SRA adalah 20mg. Itu untuk kasus shale yang total organic carbon (TOC)-nya sekitar 5-30%. Kalau untuk coal, yang total organic carbonnya > 60%, maka massa yang dibutuhkan jauh lebih sedikit - sekitar 5-10 mg saja. Si SRA ini punya batas ambang sensivitas TOC, jadinya semakin banyat TOC yang terkandung di sample harus semakin dikit massanya. Otherwise, biasanya, pipa yang dipakai untuk analysis bisa tersaturasi oleh kerogen-nya, trus analisanya ngga jalan dan komputernya nge-hang.


Habis dihalusin trus dimasukin ke wadah samplenya .. Kayak begini jadi inget beli bensin di pinggir jalan di Indonesia ;)


wadah sample yang sudah dilabeli

Waktu untuk nge-run SRA ini tergantung dari jenis samplenya. Tapi rata" menghabiskan waktu 1 jam/sample (per 10-20mg itu). Jadi cukup cepat dan efisien. Sample yang sudah dihancurkan ini nantinya di-oven pada suhu 325 C untuk mengurangi moisture dan air yang terkandung selama 10'. Lalu temperature sample ini mendadak dinaikin pada suhu 340 C. Dalam kondisi isothermal pada suhu tersebut selama 3', free hydrocarbons (kita sebut S1) akan terexpulsi dan menguap - terdeteksi oleh FID (Flame Ionization Detector). Carbondioxide yang ekseees pada waktu yang sama dideteksi oleh IR cell - lali kepanjangane, infrared apa getoh (kita sebut S3). Setelah itu, temperatur si sample dihajar sampai 640 C dengan kenaikan suhu konstan 25 C/menit. Hydrocarbons yang muncul dsini merupakan hasil thermal degradation kerogen (kita sebut S2). S2 ini yang, biasanya, mengindikasikan potensi dari sebuah source rock.

Tipikal hasil SRA analysis

Comments

Popular posts from this blog

Why I hate stereotypes ?

I hate stereotypes. Why? Because it will drag you to become narrow minded in the way of your senses to respect a community. Some people called me terrorist, because I am moslem. Some people called me second level residence, because I am Asian. Some people called me nerd, because I don't drink and don't do shit. Stereotyping and generalization are the basic human being’s reaction. It’s subconscious and is triggered and formed based on our background, education, culture, social upbringing, etc. We can’t help it. And the judgment is personal, individual. Stereotyping is practiced by everyone about other communities or segments of the same community. Although I hate it, stereotypes are inherent to human nature, and for good reason. We are all stereotypical of fire. We don’t touch it because we know it will burn us. We are told never to touch snakes because they are poisonous. So aren’t we being stereotypical when we don’t go near these things? Aren’t we being stereotypical when

Tipe Tipe Dosen Penguji Skripsi

Menurut saya menonton sidang skripsi itu seru dan penting. Seru, karena kita jadi bisa melihat muka nelangsa teman teman kita yang sedang asik dibantai para dosen penguji. Tentu sebagai seseorang yang pernah pendadaran, saya mengerti rasanya tekanan saat sidang dimana sejuta umat manusia  beberapa dosen menguji hipotesis dan hasil penelitian saya. Ibarat dosen penguji adalah pemain liga voli, maka mahasiswa yang sidang adalah bola volinya: sering dioper sana sini dalam kebimbangan dan kegalauan.  Penting buat ditonton karena  sidang skripsi mengajarkan kepada kita bagaimana cara ngeles ala orang berpendidikan. Itu juga adalah momen dimana kita berhak memperjuangkan title geophysicist  tanpa perlu bayar SPP dan BOP saben semesternya lagi. Selain itu penting juga buat belajar dari kesalahan orang lain saat sidang supaya kesalahan sama ngga terulang. Namun, namanya lulus sidang skripsi itu susah susah gampang. Salah satu faktor penentunya adalah dosen penguji. Berikut adalah

Review Beberapa Sidang Skripsi (Part 1)

Kalau di postingan sebelumnya sempat ngebahas tentang karakter dosen penguji skripsi, kali ini saya mau fokus me- review  sidang skripsi yang saya tonton dalam 3 bulan terakhir.  Memang sejak kembali ke Indonesia, ada sekitar delapan sidang skripsi S1, dimana lima diantaranya saya tonton. Alhamdulillah delapan mahasiswa ini lulus semua ~ ngga ada yang ngulang. Tiga sidang skripsi yang ngga saya tonton adalah sidangnya Kris'GF07, Gondes'GF06 dan Pai'GF06 - dan sumpah nyesel banget. Terutama skripsi Gondes yang konon dia merangkai dan membuat seismogram sendiri, dipasang di gunung Merapi sendiri, datanya diakusisi sendiri, hasilnya diolah sendiri, diinterpretasi sendiri. Bahkan instrumen seismogram yang dia pasang di gunung Merapi katanya uda hilang ditelan material vulkanik letusan besar tahun 2010 kemarin. Ebuset. Itu butuh pengorbanan waktu dan stamina banget lah.  He embraced the philosophy of being a geophysicist. Sangat asolole. Review yang akan saya berikan t