Skip to main content

Bread & Cake Testimony

Hampir genap 10 bulan sejak pertama kali saya mulai bereksperimen dalam hal baking. Saya ingat betul, pertama kali yang saya panggang adalah Banana Bread. Saya juga ingat alasan utama kenapa saya memutuskan untuk membuat Banana Bread : malas masak. Waktu itu malam sudah larut, saya masih sibuk menulis thesis, lalu tiba tiba lapar karena belum sempat dinner, akhirnya memutuskan untuk membuat banana bread cuma karena mudah untuk dibuat saya memiliki semua adonan yang dibutuhkan (dari tepung, telur, pisang, gula, dan mentega). Resep yang saya contek berasal dari youtube. Tak lebih dari 45 menit kemudian, akhirnya baking-an perdana saya jadi. I was happy to death ;)

Selain Banana Bread, saya juga kadang membuat Lemon Bread untuk menemani saya kalau lagi melembur dan tiba-tiba kelaparan. Kadang kondisi ngga punya mobil (yang sudah saya jual 5 bulan lalu, aduh jadi kangen sama si Chevy Malibu T_T) membuat saya harus lebih siap untuk menghadapi problematika hidup, misal : kelaparan di tengah malam buta. Dulu kalau punya mobil, mungkin masih sempetlah mampir ke fast food untuk beli burger dan kentang goreng. Tapi sekarang, mau keluar untuk ke Burger King kok kayaknya ngga rela. Selain gelap dan dingin, sepertinya ngga worth it untuk jalan PP 20 menit cuma untuk beli junk food. Mending baking bread - paling ngga kita bikin sendiri. Dan selesai baking, hasilnya selalu saya pajang di facebook dan twitter. Balik lagi ke Lemon Bread, saya paling suka memakan bread yang satu ini dengan vanilla ice cream. Entah kenapa cocok banget gitu di lidah.

Sejak memulai baking, secara tidak langsung saya menjadi ketagihan. Ibarat orang yang suka memakai drugs, baking adalah mariyuana buat saya. Kalau Permias (Himp. Mahasiswa Indonesia di US) Golden mengadakan acara potluck (acara ngumpul" dimana setiap orang wajib bawa makanan / minuman untuk dishare rame") biasanya saya suka membawa chips atau minuman (secara ilmu masak saya jauh dibawah ilmu masak para ibu" dsini, ntar jangan" mereka diare). Tapi sejak hobi baking, saya justru hobi membawa bakingan saya ke setiap acara potluck. Cake perdana yang saya buat untuk potluck ada Rainbow Cake. Disini orang menyebutnya sebagai moist cake (a.k.a roti bolu) karena teksturnya yang super fluffy. Resep rainbow cake sendiri tidak terlalu ribet macem lapis legit. Lagi lagi, saya menemukannya di youtube. Fokus cake ini terletak pada pewarnaan adonan cake menggunakan bahan pewarna cake yang dijual di grocery market. Untuk edisi perdana, kala itu saya menggunakan 6 warna oplosan : biru laut, merah delima, kuning sunset, hijau daun (ini nama band kan ya ?), orange Fanta, dan ungu-nya Quest Crew. Entah karena densitas si adonan yang padat atau faktor lain, kebetulan tekstur 6 warna adonan ini setelah dituang ke loyang, lalu matang dan dipotong, surprisingly, membentuk kayak recumbent fold (oh kenapa tiba" inget Geology Struktur -_-) dengan gradasi warna yang harmonis (halah bosone). Kadang saya suka memberi frosting vanilla dan meses coklat di atasnya.

Cake lain yang sempat saya buat untuk potluck adalah Strawberry Cake dan Pineapple Upside Down Cake. Untuk cake yang pertama, resepnya tidak terlalu ribet. Sedikit mirip seperti rainbow cake, kecuali harus memakai tambahan Strawberry sebagai pelengkap. Karena pengen terlihat unik, saya 'memasang' buah strawberry fresh di atas cake - sehingga sekilas mirip spiky helmet yang mungkin bakal dipakai Lady Gaga one day. Untuk cake kedua, geez, ini adalah salah satu cake paling lama untuk dibuat. Resep didapat dari online. Lalu diperlukan keterampilan yang cukup untuk bisa meng-upside-down cake dari loyang ke piring. Meskipun hasilnya semi berhasil (karena tidak terlalu mengembang - ekspektasi tinggi cake seharusnya 4 cm, ini cuma 1.5 cm), tapi tetap enak dimakan sih.

Bread terakhir yang saya buat adalah RotiBoy. Resep camilan favorit saya ini saya dapat dari resep ibu teman saya (credit goes to Radi). Membuat Rotiboy ternyata susah susah ngga gampang. Bikinnya mirip kayak bikin donat. Persis. Harus diuleni super sabar dan lama. Belum lagi adonannya yang ngga elastis, membuat proses menguleni berasa nyuci celana jeans di ember atau ngegym angkat beban. Capek. Kalau kata ibuku, standar menguleni donat itu sekitar 30 menit. Sedangkan saya, baru 10 menit uda pengen walkover. Dibutuhkan dua kali eksperimen untuk saya memahami proses pembuatan bread ini. Meskipun belum sempurna banget, tapi one day aku pengen coba untuk bikin lagi. Tentu kalau saya sudah siap menguleni adonan at least 30 menit.

Cake terakhir yang saya buat adalah Chocolate Coffee Cake. Sepertinya saya memang lebih cocok untuk membuat cake, ketimbang bread. Simple. Bahan bahan lebih sedikit. Penyajiannya juga mudah. Lagi lagi, cake ini berbahan dasar mirip kue bolu. Cuma bedanya saya menggunakan coklat hitam (dark chocolate) Hershey cair yang dicampur ke dalam adonan. saya menggunakan kopi bubuk, gula pasir halus, dan mentaga untuk membuat frosting.

Ada ide untuk resep berikutnya ? Full pics album can be seen : https://www.facebook.com/media/set/?set=a.196705147555.127567.545632555&type=3

One of my fav signature cake: Rainbow cake. Kata kakak saya, di Indonesia lagi booming cake ini. -_- Jaelah di America uda basi banget


Comments

  1. jatmika1:24 AM

    Melonpan atau entah apa itu dari jepang... liat di yutub akunnya "cookingwithdog"...

    ReplyDelete
  2. ada mas feyy,

    masakan terlezat, terkenal, terlaris, terunyu, se dunia akhirat :D

    RENDANG PADANG

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Why I hate stereotypes ?

I hate stereotypes. Why? Because it will drag you to become narrow minded in the way of your senses to respect a community. Some people called me terrorist, because I am moslem. Some people called me second level residence, because I am Asian. Some people called me nerd, because I don't drink and don't do shit. Stereotyping and generalization are the basic human being’s reaction. It’s subconscious and is triggered and formed based on our background, education, culture, social upbringing, etc. We can’t help it. And the judgment is personal, individual. Stereotyping is practiced by everyone about other communities or segments of the same community. Although I hate it, stereotypes are inherent to human nature, and for good reason. We are all stereotypical of fire. We don’t touch it because we know it will burn us. We are told never to touch snakes because they are poisonous. So aren’t we being stereotypical when we don’t go near these things? Aren’t we being stereotypical when

Tipe Tipe Dosen Penguji Skripsi

Menurut saya menonton sidang skripsi itu seru dan penting. Seru, karena kita jadi bisa melihat muka nelangsa teman teman kita yang sedang asik dibantai para dosen penguji. Tentu sebagai seseorang yang pernah pendadaran, saya mengerti rasanya tekanan saat sidang dimana sejuta umat manusia  beberapa dosen menguji hipotesis dan hasil penelitian saya. Ibarat dosen penguji adalah pemain liga voli, maka mahasiswa yang sidang adalah bola volinya: sering dioper sana sini dalam kebimbangan dan kegalauan.  Penting buat ditonton karena  sidang skripsi mengajarkan kepada kita bagaimana cara ngeles ala orang berpendidikan. Itu juga adalah momen dimana kita berhak memperjuangkan title geophysicist  tanpa perlu bayar SPP dan BOP saben semesternya lagi. Selain itu penting juga buat belajar dari kesalahan orang lain saat sidang supaya kesalahan sama ngga terulang. Namun, namanya lulus sidang skripsi itu susah susah gampang. Salah satu faktor penentunya adalah dosen penguji. Berikut adalah

Review Beberapa Sidang Skripsi (Part 1)

Kalau di postingan sebelumnya sempat ngebahas tentang karakter dosen penguji skripsi, kali ini saya mau fokus me- review  sidang skripsi yang saya tonton dalam 3 bulan terakhir.  Memang sejak kembali ke Indonesia, ada sekitar delapan sidang skripsi S1, dimana lima diantaranya saya tonton. Alhamdulillah delapan mahasiswa ini lulus semua ~ ngga ada yang ngulang. Tiga sidang skripsi yang ngga saya tonton adalah sidangnya Kris'GF07, Gondes'GF06 dan Pai'GF06 - dan sumpah nyesel banget. Terutama skripsi Gondes yang konon dia merangkai dan membuat seismogram sendiri, dipasang di gunung Merapi sendiri, datanya diakusisi sendiri, hasilnya diolah sendiri, diinterpretasi sendiri. Bahkan instrumen seismogram yang dia pasang di gunung Merapi katanya uda hilang ditelan material vulkanik letusan besar tahun 2010 kemarin. Ebuset. Itu butuh pengorbanan waktu dan stamina banget lah.  He embraced the philosophy of being a geophysicist. Sangat asolole. Review yang akan saya berikan t