Skip to main content

Prosedur penggantian paspor baru di KDEI Taipei.

Setelah genap 3 tahun absen ngeblog, akhirnya nulis lagi dengan topik yang naudzubillah berat banget: bagaimana cara penggantian paspor baru di KDEI Taipei?


Pada hari kamis legi (11 Januari 2018) silam adalah hari dimana gw memperbarui paspor Indonesia di luar negeri untuk pertama kalinya. Ini juga merupakan paspor keempat gw sepanjang umur. Flashback paspor  pertama dibuat jaman gw masih balita, pas sekeluarga pindahan ke Virginia, USA ngikut bokap kerja. Paspor kedua jaman masih kerja di ExxonMobil. Berbekal embel-embel karyawan perusahaan minyak terbesar segalaksi andromeda kala itu, pembuatan paspor di kantor imigrasi I Jakarta Selatan cuma memakan waktu 15 menit saja, termasuk masukin berkas, wawancara dan foto. Satu hari kemudian, paspor sudah ada di tangan. The power of giant corporate, kalau orang bilang. Paspor ketiga, dibuat di kantor imigrasi II Yogyakarta dengan sistem swadaya dan bermartabat. Akhirnya ikutan ngerasain ngantri paspor berjubelan dengan jutaan insan yang perlu dokumen imigrasi berwarna hijau lumut ini. Perlu nunggu 5 hari kerja untuk menerima paspor baru. Paspor keempat, dibuat di KDEI (Kantor Dagang Ekonomi Indehoy Indonesia) Taiwan. Ini yang bakal jadi fokus cerita kali ini.

Permohonan paspor  baru cuma bisa dilakukan teruntuk masa tenggang yang sudah memasuki 6 bulan sebelum masa berlaku habis. Paspor gw sendiri kelar tanggal 8 Juli 2018. Sebagai seorang mahasiswa, berkas-berkas yang wajib dibawa untuk perpanjangan paspor menurut website KDEI adalah 


  1. Mengisi formulir permohonan paspor (dapat diunduh disini
  2. Paspor asli dan 1 kopian 
  3. Kartu pelajar asli dan 1 kopian depan belakang (yang asli nanti dikembalikan) 
  4. Alien Resident Card (ARC) asli dan 1 kopian depan belakang (yang asli nanti dikembalikan) 
  5. Satu kopi akte kelahiran 
  6. Surat bukti mahasiswa aktif dari universitas setempat 
  7. Dua bukti slip pembayaran paspor dan foto biometrik dari Changhwa Bank, sebesar 1000ntd (untuk paspor) dan 200 ntd (untuk foto biometrie) 
  8. Pas foto 4x6 (ditempel di halaman kedua formulir). 
  9. Amplop yang memberikan layanan ekspedisi tercatat ganda yang sudah dituliskan alamat pengirim (KDEI) dan penerima (alamat rumah) (bila paspor ingin dikirimkan via pos). Informasi mengenai amplop ini bisa dilihat di dua gambar di bawah ini. Untuk amplop kuning yang gw pakai bisa dibeli di 7-11, namanya pian li tai.


Berdasarkan pengalaman gw en temen temen gw, untuk semua kopian depan belakang harus dikopi dengan format "atas bawah" pada 1 halaman yang sama atau kalau orang imigrasi KDEI bilangnya "tegak lurus", seperti gambar di bawah.


Karena berkas nomor 7 wajib dibawa saat penyerahan dokumen ke KDEI, maka sangat dianjurkan untuk melunasi pembayaran tersebut sebelum datang ke KDEI. Kalau gw sendiri kemarin melunasi pembayaran tersebut sehari sebelum datang ke KDEI. Menurut bapak Herawan Sukoaji (bagian imigrasi KDEI), pembayaran dapat dilakukan di seantero cabang Changhwa Bank di Taiwan yang informasi lokasi cabangnya dapat dicari disini. Jadi ngga perlu membayar di Changhwa Bank yang di dekat KDEI. Selain mengurangi antrian panjang, jadi lebih praktis, kan?

Setelah meminta 2 slip pembayaran untuk KDEI ke teller Changhwa Bank, ada 6 informasi yang harus diisi pada masing-masing slip:

  1. Tahun, bulan, tanggal
  2. Nomor paspor ditulis pada kolom pertama (setelah angka 95360 dan diakhiri angka 0). Misal nomor paspor "S407925" maka ditulis 95360S4079250
  3. Nama lengkap
  4. Nomor telpon
  5. Di samping kanan nama, tulis nominal pembayaran (1000 untuk slip pembayaran paspor, 200 untuk slip pembayaran foto biometrik)
  6. Pada baris kiri bawah, tulis kode 1 (untuk permohonan paspor baru 48 halaman) disamping tulisan "paspor" dan kode 19 (untuk permohanan foto biometrik) disamping tulisan "others". Adapun daftar kode untuk permohonan imigrasi yang lain (visa, permohonan paspor karena hilang/rusak, endorsement, dll) dapat dilihat daftarnya melalui tautan ini.   
Contoh pengisian slip pembayaran Changhwa Bank (sumber: KDEI)


 
Setelah membayar dan mendapatkan slip bukti pembayaran dari Changhwa Bank, bersama berkas-berkas wajib tersebut diatas, maka tibalah waktunya untuk datang ke kantor KDEI. Kantor imigrasi KDEI lantai 2 buka dari Senin-Jumat mulai dari jam 9-12 pagi dan 1-3 siang / 1.30-3 siang untuk hari Jumat. Ini nih cerita serunya. Berdasar pengalaman kemarin sih, kita kudu harus must shall wajib banget hadir di KDEI di alokasi waktu yang pagi biar semua urusan bisa beres dalam satu hari. Kalau datang di alokasi waktu yang siang, dikhawatirkan pengurusan berkas paspor baru ngga bisa selesai dalam satu hari, trus harus dateng ke KDEI lagi besoknya. Males banget, kan?
 
Hari itu, demi apa gw bisa tiba di KDEI jam 8.30 pagi. Untung ngga jadi main pokemon go di taman deket KDEI dulu intuisi random gw hari itu bener. Sejak turun dari MRT line coklat Toblerone jurusan Taipei Zoo-Nangang Hidden Village ini, terlihat puluhan paras muka orang-orang Hendoneza yang ngga lain en ngga bukan adalah para kolega pejuang paspor baru. Kunaiki anak tangga selasar depan gedung Twin Tower KDEI yang berliku, kubuka pintu gelas gelas kaca yang kayanya ngga anti peluru kalau James Bond baku tembak disitu, lalu kudapati 70 orang Indonesia (baca: BMI) sudah mengantri di lantai satu dan ditahan naik oleh bapak security. Belum selesai takjub sama perjuangan mereka, bapak security dengan sopannya menanyakan apakah gw sudah makan belum punya agen atau mau apply paspor sendiri? Dari pertanyaan si bapak yang super stereotype, keliatan banget kalau emang ada ribuan orang Indonesia bikin paspor tiap bulannya. Karena gw perpanjang paspor swadaya (alias tanpa agen), bapak security mempersilakan gw naik ke lantai 2 diiringi tatapan enak-banget-sih-elo-naik-duluan-kita-kan-uda-ngantri-dari-pagi oleh 70 orang rekan-rekan seperantauan tadi yang gw bales dengan lirikan biarin-siapa-suruh-pake-agen. Ngga ding, mana ada. Yang ada malah salting sendiri diliatin mereka. Ga enak mendahului para pejuang devisa negara.

Setelah puas ber-kissgoodbye dengan 70 mas mbak tadi, ada sekitar 3 orang yang naik ke lantai 2
. Begitu pintu terbuka terlihat lautan manusia membanjiri lantai bertegelkan marmer dari Hualien ini. Mungkin ada sekitar 25 orang ngantri, termasuk gw. Sebagian adalah para agen mas dan mbak tadi, sebagian lainnya adalah orang Indonesia yang memperpanjang paspor sendiri. Tepat jam 9, antrian ala ular sancha ini secara teratur memasuki pintu teater empat ruang imigrasi KDEI. Di dalam, kami harus mengantri lagi untuk mengambil nomor antrian pelayanan. Seharusnya sih, dengan cuma 24 orang di depan, logikanya paling ngga gw kebagian nomer 25-30an dong ya. Eits, salah. Ternyata gw kebagian nomor 56. Usut punya usut, ternyata para agen tadi rata rata mengurus 3-7 BMI per agen dimana per berkas harus ngambil 1 urutan antrian. Ya itu dia kenapa lama banget. Lebih lama daripada nungguin website konser Celine Dion di Taipei loading, sekali bisa masuk eh tiketnya abis. Huhu.

Setelah mendapatkan nomor antrian, setiap pemohon diberikan stopmap dengan warna tertentu. Warna hijau untuk pemohon paspor swadaya, warna biru untuk pemohon paspor kolektif (untuk agen BMI, biasanya). Gw sendiri kebagian warna hijau, matching banget sama warna tas hari itu. Kemudian seluruh berkas wajib dimasukkan ke dalam stopmap tersebut, termasuk penulisan informasi bagian depan stopmap (nama, nomor paspor, no telpon).
Sembari nunggu antrian, ke tujuh puluh pekerja devisa yang tertahan di lantai 1 tadi dipersilakan masuk. Ternyata sebagian besar dari mereka semua cuma tinggal antri foto aja. Suasana riuh rendah ala warung kopi di Surabaya langsung terdengar. Apalagi sih kalau orang Indonesia ngga terkenal selain: rame. Berkali-kali petugas imigrasi KDEI mengingat para mas dan mbak ini untuk shut the fuck up remain silent. Karena rame sendiri, beberapa mas mbak akhirnya ngga denger nama mereka sejatinya terpanggil. Otomatis antrean foto mereka terlompati dan mereka harus nunggu lebih lama lagi di KDEI.

Meanwhile, mulai kuping ini dengerin lagunya Vina Panduwinata, ke M2M, ke RHCP, ke Padi, ke Vannesa Carlton, ke My Chemical Romance, sampai balik lagi ke Vina via mp3 player, antrian nomor 56 masih jauh dari peraduan. Butuh nunggu 114 menit untuk menggapai nomor ini. Berasa nungguin undian receipt Taiwan, tau ngga sih. 
Begitu papan layar pengumuman menunjukkan nomor ini, kaki ini langsung gercep berlari ga sabar pengen ngasih semua berkas ke mbaknya. Tapi ya namanya manusia, meskipun berkas sudah gw persiapan dari H-419231284 miliseconds, ternyata ada aja yang kurang pas, diantaranya adalah (1) Foto kopi ARC gw yang ternyata yang gw kopi adalah ARC lama -.- (2) Alamat KDEI yang belum gw tulis di amplop, secara gw ngga bisa nulis zhongwen. Berbekal pengetahuan bahwa disamping Twin Tower adalah 7-11 dan berbekal muka melas plis-tolongin-gw-pak-plis-ala-ryan-dhimas ke pak satpam buat nulisin, akhirnya dua problem itu bisa teratasi dengan syahdu. Kirain bakal harus balik ke KDEI lagi siangnya buat foto biometrik, yang ternyata gw bisa foto biometrik sebelum jam 12 siang. Heck yes. Sembari konsen menunggu panggilan, tetiba dari belakang terdengar suara tenorist choir ICD2016. Gw slowmo membalikkan leher buat memastikan siapa yang punya suara. Jengjeng. Ternyata ada Ryanskik di KDEI yang lagi heboh memastikan status kejantanannya paspornya. Setelah gw menenangkan Ryan yang galau antara bisa balik ke Taiwan lagi ngga dengan paspor mau kadaluarsa kurang dari 5 bulan, tetiba nama gw dipanggil. "Feisal Dirgantara untuk foto paspor", suara ala DJ Prambors spontan membangunkan gw dari mimpi indah. Di dalem ruang foto, terdapat 2 mas mbak yang sedang diambil fotonya juga. Beberapa pertanyaan ditanyakan petugas imigrasi KDEI yang sekilas mirip putri Indonesia 2016 dan semuanya lancar gw jawab. Semoga ujian defense besok bisa selancar ini juga jawabnya, amien. Tepat pukul 11.09, gw resmi selesai mengumpulkan berkas paspor baru. Kata mbak Yuyun, salah satu petugas imigrasi, paspor baru akan selesai pada kamis pon (18 Januari 2018). Jadi dalam imajinasi linier gw, paling ngga hari jumat gw harus topo geni di kos buat menerima balik amplop berisikan paspor baru tersebut.
Lima hari kemudian, tepatnya di hari selasa legi (16 Januari 2018) pukul 11 pagi, gw ditelpon Garry (asisten lab yang juga salah satu besties) perihal kurir amplop kucing yang sudah sampai depan kos dan lagi nunggu gw. Mata gw yang belum kebuka satu milipun, langsung dipaksa buka lebar lebar. Tanpa cuci muka sekalipun, badan setengah hidup ini langsung gercep turun dan keluar kos. Frankly, di depan kos ngga ada orang sama sekali. Garry nelpon balik ternyata alamat kos gw kayaknya salah tulis, sehingga si kurir pos memutuskan untuk mengirimkan ke Basin Lab di NCU. Meanwhile, gw melanjutkan bocan. Enam jam kemudian, setelah puas melanjutkan mimpi di siang bolong, gw tiba di lab dan menemukan seonggok amplop kuning berisikan paspor baru! FTW!







Sumpah kaget banget bisa menerima paspor baru secepat ini. Bahkan lebih cepat daripada kantor imigrasi Yogyakarta. Menurut slip pembayaran bank yang dikembalikan melalui amplop ini, paspor ini sejatinya selesai tanggal 15 Januari (pembuatan paspor berarti = 2 hari kerja). Apabila mau diambil sendiri, maka jadwal pengambilannya adalah 17 Januari (6 hari kerja). Kalau minta dikirim, ternyata dikirimnya sejak tanggal 15 Januari. Kagetnya masih kebawa sampai sekarang, mengingat beberapa kolega pernah cerita paspor mereka dulu jadinya 3 minggu bahkan 3 bulan! Sedangkan ini cuma 3 hari kerja aja. Wow!

Thanks KDEI Taipei untuk pelayanan imigrasi yang efisien ini! Salut.

Comments

Popular posts from this blog

Why I hate stereotypes ?

I hate stereotypes. Why? Because it will drag you to become narrow minded in the way of your senses to respect a community. Some people called me terrorist, because I am moslem. Some people called me second level residence, because I am Asian. Some people called me nerd, because I don't drink and don't do shit. Stereotyping and generalization are the basic human being’s reaction. It’s subconscious and is triggered and formed based on our background, education, culture, social upbringing, etc. We can’t help it. And the judgment is personal, individual. Stereotyping is practiced by everyone about other communities or segments of the same community. Although I hate it, stereotypes are inherent to human nature, and for good reason. We are all stereotypical of fire. We don’t touch it because we know it will burn us. We are told never to touch snakes because they are poisonous. So aren’t we being stereotypical when we don’t go near these things? Aren’t we being stereotypical when

Tipe Tipe Dosen Penguji Skripsi

Menurut saya menonton sidang skripsi itu seru dan penting. Seru, karena kita jadi bisa melihat muka nelangsa teman teman kita yang sedang asik dibantai para dosen penguji. Tentu sebagai seseorang yang pernah pendadaran, saya mengerti rasanya tekanan saat sidang dimana sejuta umat manusia  beberapa dosen menguji hipotesis dan hasil penelitian saya. Ibarat dosen penguji adalah pemain liga voli, maka mahasiswa yang sidang adalah bola volinya: sering dioper sana sini dalam kebimbangan dan kegalauan.  Penting buat ditonton karena  sidang skripsi mengajarkan kepada kita bagaimana cara ngeles ala orang berpendidikan. Itu juga adalah momen dimana kita berhak memperjuangkan title geophysicist  tanpa perlu bayar SPP dan BOP saben semesternya lagi. Selain itu penting juga buat belajar dari kesalahan orang lain saat sidang supaya kesalahan sama ngga terulang. Namun, namanya lulus sidang skripsi itu susah susah gampang. Salah satu faktor penentunya adalah dosen penguji. Berikut adalah

Review Beberapa Sidang Skripsi (Part 1)

Kalau di postingan sebelumnya sempat ngebahas tentang karakter dosen penguji skripsi, kali ini saya mau fokus me- review  sidang skripsi yang saya tonton dalam 3 bulan terakhir.  Memang sejak kembali ke Indonesia, ada sekitar delapan sidang skripsi S1, dimana lima diantaranya saya tonton. Alhamdulillah delapan mahasiswa ini lulus semua ~ ngga ada yang ngulang. Tiga sidang skripsi yang ngga saya tonton adalah sidangnya Kris'GF07, Gondes'GF06 dan Pai'GF06 - dan sumpah nyesel banget. Terutama skripsi Gondes yang konon dia merangkai dan membuat seismogram sendiri, dipasang di gunung Merapi sendiri, datanya diakusisi sendiri, hasilnya diolah sendiri, diinterpretasi sendiri. Bahkan instrumen seismogram yang dia pasang di gunung Merapi katanya uda hilang ditelan material vulkanik letusan besar tahun 2010 kemarin. Ebuset. Itu butuh pengorbanan waktu dan stamina banget lah.  He embraced the philosophy of being a geophysicist. Sangat asolole. Review yang akan saya berikan t